Proses belajar mengajar merupakan ciri yang
sangat umum dalam dunia pendidikan. Dalam prakteknya tidak selalu berjalan
sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya, pasti ada masalah atau kendala yang
menghambat dalam proses belajar mengajar. Hambatan tersebut dapat timbul dari
guru atau siswanya, tergantung dari situasi yang terjadi pada saat proses
belajar mengajar berlangsung. Contoh hambatan yang berasal dari guru, misalnya
guru menganggap bahwa dalam sebuah kelas semua siswa mempunyai kemampuan yang
sama dalam memahami materi yang disampaikan oleh guru. Padahal siswa tersebut
memiliki gaya belajar yang berbeda-beda. Sehingga tidak mengeherankan bahwa
banyak siswa yang mengalami kesulitan belajar. Padahal idealnya semua siswa
perlu mendapatkan perhatian dari guru dengan intensitas yang sama sehingga
mereka berhasil dalam waktu bersamaan. Untuk menghindari siswa mengalami
kesulitan belajar guru harus mampu mengenali peserta didik yang mengalami
kesulitan belajar, harus mampu memahami faktor-faktor yang mempengaruhi proses
dan hasil belajar. Karena kesulitan belajar akan bersumber pada faktor yang
mempengaruhi proses dan hasil belajar. Kesulitan belajar yang dialami siswa ini
mendasari diperlukannya sebuah konsep mengdiagnostik kesulitan belajar serta
pengajaran remedial yang dilakukan untuk mengatasi salah satu masalah penting
di dunia pendidikan.
A.
Konsep
Dasar Diagnostik Kesulitan Belajar
1.
Definisi
Diagnostik Kesulitan Belajar
Diagnostik menurut KBBI adalah
penentuan jenis penyakit dengan cara meneliti (memeriksa)
gejala-gejalanya.sedangkan kesulitan belajar didefinisikan sebagai rendahnya
kepandaian yang dimiliki seseorang dibandingkan dengan kemampuan yang
seharusnya dicapai orang itu pada umur tersebut. Kesulitan belajar ini
mempengaruhi banyak aspek kehidupan seseorang baik di sekolah, di keluarga,
atau bahkan dalam lingkungan sekitar. Jadi dapat disimpulkan bahwa diagnostik kesulitan
belajar adalah proses menemukan masalah atau kendala peserta didik dalam
belajar dengan meneliti apa peneyebabnya atau gejala-gejalan baik hambatan atau
kesulitan dalam belajar yang nampak.
2.
Jenis-Jenis
Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar dibagi menjadi
tiga kategori besar, yaitu:
a. Kesulitan
dalam berbicara dan berbahasa
Kesulitan ini menjadi indikasi awal
bagi kesulitan belajar yang dialami oleh siswa. Siswa yang mengalami kesulitan
jenis akan sulit dalam menghasilkan bunyi-bunyi bahasa yang tepat, sulit berkomunikasi
dengan orang lain melalui penggunaan bahasa yang benar atau sulit memahami apa
yang orang lain katakan.
b. Permasalah
dalam hal kemampuan akademik
c. Kesulitan
lainnya mencakup kesulitan dalam mengkoordinasi gerakan anggota tubuh serta
permasalahan belajar yang belum dicakup oleh kedua kategori di atas.
3.
Faktor-Faktor
Munculnya Kesulitan Belajar
Faktor penyebab munculnya kesulitan
belajar menurut Sukardi yaitu sebagai berikut:
a. Faktor
internal yang meliputi kesehatan baik fisik maupun psikis serta problem
menyesuaikan diri.
b. Faktor
eksternal yang meliputi lingkungan, cara guru mengajar yang tidak baik, orang
tua siswa, serta masyarakat sekitar.
4.
Ciri-Ciri
Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar
Ciri-ciri umum siswa lamban dalam
belajar dapat dipahami melalui pengamatan fisik siswa, perkembangan mental,
intelektual, sosial, ekonomi, kepribadian, dan proses-proses belajar yang
dilakukan di sekolah dan di rumah. Ciri-ciri itu dianalisis agar diperoleh
kejelasan yang konkret tentang gejala dan sebab-sebab kesulitan belajar siswa
di sekolah dan di rumah. Ketidaksanggupan siswa lamban belajar dalam menguasai
pengetahuan akan mempengaruhi sikap dan perilakunya menjadi tidak cocok dengan
lingkungan sekelilingnya sehingga mengundang masalah orang-orang sekitarnya. Menurut
Wijaya (2010), kerusakan-kerusakan itu dikategorikan dalam empat hal, yaitu:
a.
Dyslexia, adalah kelemahan-kelemahan belajar di bidang
menulis dan berbicara. Ciri-cirinya adalah sulit mengingat huruf, kata,
tulisan, dan suara.
b.
Dyscalculia, adalah kesulitan mengenal angka dan pemahaman
terhadap konsep dasar matematika. Kelemahan umum di bidang dyslexia
kadang-kadang muncul di bidang pelajaran matematika. Karena itu
kerusakan-kerusakan di bidang dyslexia berpengaruh terhadap kerusakan-kerusakan
di bidang dyscalculia, demikian pula
sebaliknya.
c.
Attention Defisit Hyperactive Disorder (ADHD), adalah pemusatan perhatian
terhadap masalah-masalah yang sedang dihadapinya. Siswa lamban belajar dapat
memusatkan perhatiannya hanya berkisar pada satu pokok bahasan saja, ia kurang
mampu menyelesaikan tugas-tugas yang beraneka ragam yang membuat dirinya
menjadi kacau.
d.
Spatial, motor, ad perceptual defisits, adalah kondisi lemah dalam menilai
dirinya menurutukuran ruang dan waktu.
Kerusakan lainnya
adalah Social defisits, yaitu kesulitan mengembangkan keterampilan sosial.
Kesulitan itu dapat membuat ketidaksanggupan menemukan jati dirinya.
Gejala-gejalanya adalah (1) sulit menangkap tanda-tanda tingkah laku sosial,
seperti dalam mencurahkan idemelalui raut muka dan gerakan-gerakan motorik
lainnya, (2) sering nmemotong pembicaaan orang, (3) berbicara dengan keras, (4)
sulit berteman, dan (5) ketidaksadaran terhadap cara-cara orang lain mengamati
perilakunya.
5. Prosedur Diagnostik Kesulitan Belajar
Dalam
melakukan diagnostik kesulitan belajar yang dialami oleh siswa, setidaknya ada
tiga langkah umum yamg harus ditempuh oleh seorang guru, yaitu:
a. Mendiagnostik
kesulitan belajar yang dialami oleh siswa, yaitu dengan cara mengidentifikasi
kasus dan melokalisasikan jenis dan sifat kesulitan belajar terebut.
b. Mengadakan
estimasi (prognosis) tentang faktor-faktor penyebab kesulitan belajar yang
dialami siswa.
c. Mengadakan
terapi, yaitu menemukan berbagai kemungkinan yang dapat dipergunakan dalam
rangka penyembuhan atau mengalami kesulitan belajar yang dialamu oleh siswa
tersebut.
Dalam hal ini,
guru senantiasa secara teratur memantau dan menerima informasi tentang kemajuan
belajar siswa. Informasi yang diterima dapat dijadikan sebagai diagnostik
mengenai kondisi belajar siswa. Informasi yang diterima dapat dijadikan umpan
balik untuk memantau penguatan yang dimiliki siswa dalam setiap unit
pembelajaran, mengakui apakah siswa itu sudah belajar dengan baik atau belum,
dan mengidentifikasi siswa-siswa ternyata mengalami kesulitan belajar.
6. Mendiagnostik Kesulitan Belajar Secara Formal
Diagnostik terhadap kesulitan belajar dilakukan
dengan metode uji standar yang membandingkan tingkatan kemampuan seorang anak
terhadap anak lainnya yang dianggap normal. Hasil uji tidak hanya tergantung
pada kemampuan aktual anak, tetapi juga reliabilitas pengujian itu serta
kemampuan sang anak untuk memperhatikan
dan memahami pertanyaannya.
Masing-masing tipe LD (Learning Disorder/Gangguan belajar)
didiagnostik dengan cara yang sedikit berbeda. Untuk mendiagnostik
kesulitan berbicara dan berbahasa, ahli terapi wicara menguji cara pelafalan
bunyi bahasa anak-anak, kosakata, dan pengetahuan tata bahasa serta
membandingkannya dengan kemampuan anak sebaya mereka yang normal.
Sehubungan dengan gangguan kemampuan atau perkembangan akademis
yang mencakup membaca, menulis, dan matematika, maka pengujiannya dilakukan
dengan metode uji standar. Kita perlu memperhatikan bahwa penanganan gangguan
belajar itu sangatlah berbeda dengan upaya mengejar ketertinggalan pelajaran di
sekolah.
Jika sekolah
gagal mengenali keterlambatan belajar, orang tua dapat mencari alternatif lain.
Orang tua harus mengetahui setiap langkah evaluasi yang dilakukan oleh sekolah
tersebut. Orang tua juga harus mengerti bahwa mereka dapat menolak keputusan sekolah
bila tidak setuju dengan hasil diagnosis yang
dilakukan tim pendiagnosis. Orang tua selalu memliki hak untuk mendengarkan
pendapat yang berasal dari pihak kedua.
Sebagian orang
tua merasa seorang diri dan bingung ketika berbicara dengan para ahli. Sebagian
orang tua berpendapat bahwa lebih baik meminta bantuan kepada seseorang yang
mereka percayai dan selanjutnya pergi bersamanya ke pertemuan sekolah. Orang
yang dipercaya itu bisa dokter atau bahkan tetangga keluarga tersebut. Mengajak
seseorang yang kenal dengan kondisi sang anak sangat menguntungkan, karena ia
dapat memahami nilai hasil uji dari permasalahan belajar anak itu.
7. Evaluasi Diagnostik Kesulitan Belajar
Evaluasi
diagnostik kesulitan belajar merupakan salah satu fungsi evaluasi yang
memerlukan prosedur dan kompetensi yang lebih tinggi dari para guru sebagai
evaluator. Evaluasi diagnostik kesulitan belajar merupakan evaluasi yang
memiliki penekanan kepada penyembuhan kesulitan belajar siswa yang tidak
terpecahkan oleh formula perbaikan yang biasanya ditawarkan dalam bentuk tes
formatif.
Evaluasi
diagnostik kesulitan belajar pada umumnya dilakukan pada awal pengajaran, awal
tahun ajaran atau semester. Tujuan evaluasi ini salah satunya adalah untuk
menentukan tingkat pengetahuan awal siswa. Ada dua hal yang penting dalam
melakukan evaluasi diagnostik kesulitan belajar yaitu (1) penilaian diagnostik
pada umumnya jarang digunakan oleh guru untuk menentukan grade dan (2) semakin baik evaluasi diagnostik yang dilakukan,
semakin jelas tujuan belajar yang dapat ditetapkan.
B.
Konsep Dasar Pengajaran
Remedial
1. Definisi Pengajaran Remedial
Kamus
Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan
bahwa “Remedial” dan “Teaching”. Bila dipisahkan kata remedial berarti (1) Remedial yang berhubungan
dengan perbaikan, pengajaran ulang bagi murid yang hasil belajarnya jelek, (2)
Remedial berarti bersifat menyembuhkan (yang disembuhkan adalah beberapa hambatan/gangguan
kepribadian yang berkaitan dengan kesulitan belajar sehingga dapat timbal balik
dalam arti perbaikan belajar atau perbaikan pribadi). Pengajaran
remedial merupakan suatu bentuk pengajaran yaang bersifat mengobati,
menyembuhkan atau membetulkan pengajaran dan membuatnya menjadi lebih baik
dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang maksimal.
2. Tujuan dan
Fungsi Pengajaran Remedial
a.
Tujuan Pengajaran Remedial
1) Supaya
siswa dapat memahami dirinya, khususnya prestasi belajarnya, dapat mengenal
kelemahannya dalam mempelajari suatu bidang studi dan juga kekuatannya.
2) Supaya
siswa dapat memperbaiki atau mengubah cara belajarnya ke arah yang lebih baik.
3) Supaya
siswa dapat memilih materi dan fasilitas belajar secara tepat.
4) Supaya
siswa dapat mengembangkan sifat dan kebiasaan yang dapat mendorong tercapainya
hasil yang lebih baik.
5) Supaya
siswa dapat melaksanakan tugas-tugas belajar yang diberikan kepadanya, setelah
ia mampu mengatasi hambatan yang menjadi kesulitan belajarnya, dan
mengembangkan sikap serta kebiasaan yang baru dalam belajar.
b. Fungsi
Pengajaran Remedial
1) Fungsi
Korektif yaitu memungkinkan perbaikan terhadap hal-hal yang dipandang belum
memenuhi apa yang diharapkan dalam keseluruhan proses pembelajaran, antara lain
mencakup perumusan tujuan, penggunaan metode, cara-cara belajar, materi dan
alat pelajaran, evaluasi dan lain-lain.
2) Fungsi
Pemahaman yaitu memungkinkan guru, siswa atau pihak-pihak lainnya akan dapat
memperoleh pemahaman yang lebih baik dan komprehensif mengenai pribadi siswa.
3) Fungsi
Penyesuaian yaitu dapat membentuk siswa untuk dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan dan proses belajarnya.
4) Fungsi
Pengayaan yaitu siswa akan dapat memperkaya proses pembelajaran.
5) Fungsi
Akselerasi yaitu diperoleh hasil belajar yang lebih baik dengan menggunakan
waktu yang efektif dan efisien.
6) Fungsi Terapeutik yaitu dapat membantu
menyembuhkan atau memperbaiki kondisi kepribadian siswa yang diperkirakan
menunjukakan adanya penyimpangan.
3.
Metode
dalam Pengajaran Remedial
Metode yang dapat digunakan
dalam pengajaran remedial adalah sebagai berikut:
a. Tanya
jawab
b. Diskusi
c. Tugas
d. Kerja kelompok
e. Tutor
f. Pengajaran
individual
4.
Strategi
dan Teknik dalam Pendekatan Pengajaran Remedial
Strategi dan teknikpengajaran
remedial / Remedial Teaching tesebut
seeperti yang dirumuskan oleh Izhar
Hasis yang disimpulkan dari Ross and
Stanley dan dari Dinkmeyer and
Caldweel dalam bukunya Developmental Counseling, adalah sebagai berikut:
a. Strategi
dan Teknik Pendekatan Remedial Teaching
yang Bersifat Kuratif
Strategi dan teknik ini
dapat dilakukan dengan cara:
1) Pengulangan
2) Pengayaan
3) Percepatan
b. Strategi
dan Teknik pendekatan Remedial Teaching
yang Bersifat Preventif.
c. Strategi
dan Teknik Pendekatan Remedial Teaching
Bersifat Pengembangan.
5.
Langkah-Langkah
Melaksanakan Pengajaran Remedial
a.
Meneliti kasus dengan permasalahannya sebagai titik tolak
kegiatan-kegiatan berikutnya.
b. Menentukan
tindakan yang harus dilakukan
yang dapat dilakukan adalah:
1) Jika kasusnya ringan, tindakan yang
ditentukan adalah memberikan pengajaran remedial kepada siswa tersebut.
2) Jika kasusnya cukup dan berat, maka
sebelum diberikan pengajaran remedial, siswa harus diberikan layanan konseling terlebih dahulu.
c. Pemberian layanan khusus yaitu
bimbingan dan konseling.
d. Langkah
pelaksanaan pengajaran remedial.
e. Melakukan
pengukuran kembali terhadap prestasi belajar siswa dengan alat tes sumatif.
f. Melakukan
re-evaluasi dan re-diagnostik.
Terdapat
tiga kemungkinan tafsiran hasil, yaitu sebagai berikut:
1)
Kasus
menunjukkan kenaikan prestasi yang dihasilkan sesuai dengan kriteria yang
diharapkan. Maka selanjutnya diteruskan ke program yang berikutnya.
2) Kasus
menunjukkan kenaikan prestasi, namun belum memenuhi kriteria yang diharapkan.
Maka kasus diserahkan kepada pembimbing untuk diadakan pengayaan.
3) Kasus belum
menunjukkan perubahan yang berarti dalam hal prestasi. Maka perlu didiagnostik
lagi untuk mengetahui letak kelemahan pengajaran remedial untuk selanjutnya
diadakan ulangan dengan alternatif yang sama.
6.
Perbandingan Prosedur Pengajaran Biasa dan Remedial
a. Kegiatan pengajaran biasa sebagai
program belajar mengajar di kelas dan semua siswa ikut berpartisipasi.
Pengajaran perbaikan diadakan setelah diketahui kesulitan belajar, kemudian
diadakan pelayanan khusus.
b. Tujuan pengajaran biasa dalam rangka
mencapai tujuan pengajaran yang ditetapkan sesuai dengan kurikulum yang berlaku
dan sama untuk semua siswa. Pengajaran perbaikan tujuannnya disesuaikan dengan
kesulitan belajar siswa walaupun tujuan akhirnya sama.
c. Metode dalam pengajaran biasa sama
buat semua siswa, sedangkan metode dalam pengajaran perbaikan berdiferensial
(sesuai dengan sifat, jenis, dan latar belakang kesulitan.
d. Pengajaran biasa dilakukan oleh
guru, sedangkan pengajaran perbaikan oleh team (kerjasama).
e. Alat pengajaran perbaikan lebih
bervariasi, yaitu dengan penggunaan tes diagnostik, sosiometri, dsb.
f. Pengajaran perbaikan lebih
diferensial dengan pendekayan individual.
g. Pengajaran perbaikan evaluasinya
disesuaikan dengan kesulitan belajar yang dialami oleh siswa.
7.
Peran Aparat Sekolah, Orang Tua, dan
Masyarakat dalam Program Pendidikan dan Pengajaran Remedial
a. Kepala Sekolah
1) Kepala sekolah harus menguasai sepenuhnya program
pendidikan dan pengajaran remedial di sekolah, mencakup tujuan, bidang-bidang
kajian, cara-cara menemukan latar belakang dan asal-usul serta sebab-sebab
kesulitan belajar siswa, prediksi penyembuhan, serta praktik penyelenggaraan
pendidikan dan pengajaran remedial.
2) Kepala sekolah menyediakan sumber belajar yang
lengkap dan dapat digunakan setiap waktu sesuai dengan kebutuhan.
3) Kepala sekolah memiliki jalinan kerja sama yang baik
dengan orang tua siswa di rumah untuk mengembangkan pendidikan masa depan
anak-anaknya.
4) Kepala sekolah mendirikan dan mengembangkan Lembaga
Pusat Bimbingan dan Penyuluhan yang berfungsi menangani kesulitan-kesulitan
siswa dalam mempelajari pengetahuan.
5) Kepala sekolah mampu mengangkat seorang ekspert yang
bertugas sebagai guru pendidikan remedial. Ia berperan pula membantu guru
bidang studi atau guru borongan lainnya dalam memecahkan kesulitannya
menghadapi siswa lamban belajar dan berprestasi rendah.
b.
Orang
Tua Siswa
1)
Menerima
dengan baik kunjungan sekolah di rumah (home
visit).
2) Bersikap
tanggap terhadap pembicaraan kasus putra-putranya dan menunjukkan sikap tidak
emosional.
3) Senang
menghadiri undangan sekolah untuk membicarakan kasus putra-putranya.
4) Dapat
memberikan data objektif selengkap mungkin tentang kelemahan-kelemahan putranya
dalam pelajaran.
5) Mampu
membantu memprediksi dan memberi latihan sepenuhnya terhadap kasus yang
dihadapinya.
c.
Staf
Tata Usaha Sekolah
Mengaministrasi
data-data kasus mulai dari latar belakang, asal-usul dan sebab-sebab kesulitan
belajar siswa, cara-cara memprediksi penyembuhannya, sampai dengan cara-cara
penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran remedial.
d.
Penilik
Sekolah
1. Melakukan
kunjungan rutin ke sekolah sekurang-kurangnya dua minggu sekali, mamantau dan
mengawasi jalannya penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran remedial yang
telah dirancang sebelumnya.
2. Menyelenggarakan
diskusi periodik dengan kepala sekolah dan guru-guru tentang upaya pemecahan
kesulitan belajar siswa.
3.
Menyelenggarakan
upaya kerja sama yang baik dengan lembaga-lembaga terkait.
e.
Para
Pemerhati Pendidikan
Para pemerhati
pendidikan adalah orang-orang yang menaruh perhatian penuh terhadap proses dan
hasil pendidikan yang dicapai siswa di sekolah serta berinisiatif besar dalam
memberikan pendapat, sikap, dan aspirasinya dalam upaya penanganan kasus atau
dalam hal ini siswa lamban belajar.
f.
Lembaga-Lembaga
Kemasyarakatan Terkait
Keterlibatan
lembaga-lembaga kemasyarakatan terkait dalam penyelenggaraan pendidikan dan
pengajaran remedial, khususnya dalam penanganan kasus kenakalan remaja
diperlukan sekali terutama membantu sekolah dalam mengumpulkan data objektif
tentang latar belakang dan sebab-sebab terjadinya suatu peristiwa serta
membantu dalam penyelesaiannya.
8. Evaluasi
Pengajaran Remedial
Pada akhir
kegiatan siswa diadakan evaluasi. Tujuan paling utama adalah diharapkan 75%
taraf pengusaan (level of mastery). Bila ternyata belum berhasil maka dilakukan
diagnostik dan memperoleh pengajaran remedial kembali.
Evaluasi perlu
dilakukan secara kontinu untuk menentukan perkembangan dan prosedur yang hendak
dilaksanakan dimasa mendatang. Evaluasi remidi memiliki arti penting bagi
orang-orang terdekat siswa. Oleh karena itu, perlu diberikan informasi kepada
siswa dan orangtua mengenai perkembangan belajarnya.